“Kami lakukan penyitaan empat bok dokumen terkait perkara dugaan korupsi pungutan pembayaran tera,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Sanggau Adi Rahmanto, dihubungi ANTARA, di Sanggau Kalimantan Barat, Senin sore.
Adi menyampaikan dalam perkara tindak pidana tersebut sebelumnya sudah ditetapkan satu orang tersangka atas nama Gema Liliyantia seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang juga petugas tera pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sanggau.
Ia menjelaskan penggeledahan dilakukan di ruangan diantaranya ruangan unit metrologi legal, ruang kepala dinas dan ruangan bidang perdagangan serta sejumlah ruang lainnya.
Adi mengatakan dari sejumlah dokumen penting yang di sita tersebut akan dijadikan sebagai bukti baru dalam pengembangan perkara tersebut.
“Aliran dana tersebut yang masih dalam penyidikan,” katanya.
Adi kembali menjelaskan bahwa dugaan Tipikor pungutan pembayaran Tera di wilayah Sanggau sejak Tahun 2020 sampai dengan 2023 terjadi ketika ada salah satu perusahaan atau pemilik alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) melakukan permohonan untuk dilakukan Tera ulang ke Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sanggau melalui tersangka.
Kemudian, tersangka menentukan jumlah pembayaran yang harus dibayar serta meminta kepada pemilik UTTP untuk dilakukan pembayaran sebelum dilakukan tera ulang dengan cara di transfer ke rekening milik tersangka atau pembayaran dilakukan ditempat lokasi pada saat sudah dilakukan tera ulang secara tunai dengan jumlah yang tidak sesuai dengan tarif dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sanggau.
Adi merincikan dalam kurun waktu dari Tahun 2020 sampai dengan tahun 2023 total pungutan yang ditarik dari pemilik UTTP yaitu sebesar Rp4,4 miliar dengan rincian, Tahun 2020 pungutan sebesar Rp843,5 juta, Tahun 2021 sebesar Rp1,117 miliar, Tahun 2022 sebesar Rp1,744 miliar dan Tahun 2023 pungutan sebesar Rp771,9 juta.
Sementara, uang retribusi yang disetor ke kas daerah dalam kurun waktu tersebut hanya Rp362,3 juta dengan rincian Tahun 2020 sebesar Rp 44,3 juta, Tahun 2021 sebesar Rp136 juta, Tahun 2022 sebesar Rp98 juta dan Tahun 2023 sebesar Rp82,9 juta.
Diketahui, dalam perkara tersebut tersangka dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf e Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau pasal 8 Undang-Undang bomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.