Kepala Kantor Pos Cabang Entikong Dijebloskan ke Rutan Kelas II Pontianak – Kalimantan Today

Kepala Kantor Pos Cabang Entikong Dijebloskan ke Rutan Kelas II Pontianak – Kalimantan Today


Foto—Kasi Pidsus Kejari Sanggau, Agus Supriyanto dan tersangka Arman ketika di Kejaksaan Negeri Sanggau sebelum dibawa ke Rutan Kelas II A Pontianak, Kamis (23/06/2022)—Kejakasaan Negeri Sanggau untuk Kalimantantoday.com

 

KALIMANTAN TODAY, SANGGAU. Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sanggau menahan Kepala Kantor Pos Cabang Entikong, Arman, atas dugaan korupsi pengelolaan keuangan Kantor Pos Cabang Entikong Tahun 2019, Kamis (23/06/2022).

“Awalnya dia tersangkut masalah pidana umum (Pidum) dengan dugaan penggelapan. Namun setelah diteliti ternyata masuk dalam tindak pidana korupsi karena menyangkut uang negara,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sanggau, Anton Rudiyanto melalui Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel), Freddi Wiryawan, Kamis (23/06/2022).

Freddi membeberkan, pada 27 November 2019, Arm secara diam-diam menggunakan akses komputer Kantor Pos Cabang Entikong, dan mengambil uang milik PT. Pos Indonesia.

“Uang sejumlah Rp.658.000.000 itu lantas ditransfer ke 16 rekening menggunakan layanan Cash to Account dengan 32 kali transaksi,” ungkap Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Sanggau, Freddi Wiryawan, Kamis (23/6/2022) malam.

Uang tersebut, dijelaskan Freddi, untuk mengganti tabungan milik nasabah yang diambil tersangka. Para nasabah itu menabung di bank melalui Kantor Pos Entikong. Kemudian pada tahun yang sama, Arm juga melakukan penggelapan uang kas Kantor Pos Cabang Entikong sebesar Rp.91.482.073.

“Total kerugian keuangan negara atas perbuatan tersangka sebesar Rp.580.757.073 berdasarkan hasil audit dari Kantor BPKP Perwakilan Provinsi Kalbar. Dan atas kejadian tersebut patut diduga tersangka telah melakukan tindak pidana korupsi pada keuangan Kantor Pos Cabang Entikong sebab uang tersebut bukanlah hak tersangka namun digunakan untuk kepentingan pribadinya,” tutur Freddi.

Freddi menambahkan, perbuatan tersangka melanggar Pasal 3 dan 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

“Ancaman hukumannya pidana penjara maksimal 20 tahun dan atau denda maksimal Rp. 1 miliar,” pungkasnya. (Ram)