Selamat Jalan Hendra Agusta, wartawan berdedikasi dari Padang

Selamat Jalan Hendra Agusta, wartawan berdedikasi dari Padang



Pontianak (ANTARA) – Kabar duka itu datang bagai petir di hari panas. Hendra Agusta, wartawan berdedikasi dari Padang Sumatera Barat berpulang di hari baik di bulan penuh berkah, hari keenam Ramadhan, Jumat (9/4).

Hendra menghembuskan nafas terakhirnya di RS Semen Padang sekitar pukul 19.00 WIB, karena menderita sesak nafas. Tidak ada peringatan, tanpa sakit berkepanjangan, kepergian Hendra sungguh bagai sengatan lebah, mengagetkan dan menyakitkan. 

Sebelum didera sesak nafas, Hendra masih menjalani buka puasa bersama keluarga dan memimpin Shalat Magrib di kediamannya di Kota Padang. Bahkan, pada sore di hari ia berpulang, Hendra masih semangat melakukan tugasnya mengedit berita untuk LKBN Antara. Dedikasinya untuk profesi memang tak berbilang.

Saat menderita stroke beberapa tahun lalu pun, Hendra juga tidak pernah patah arang untuk menjalankan pekerjaan yang dicintainya. Ini yang membuat rekan-rekan seprofesinya merasa sangat kehilangan Wartawan senior ANTARA, Aditya Warman mengenang bagaimana Hendra merupakan rekan kerja yang baik.

“Kenangan bersama Hendra Agusta, saat meliput tanding Persita VS Semen Padang. Kami berbagi tugas, kinerja yang menyenangkan,” cerita Adit yang pernah bertugas untuk LKBN ANTARA di Tangerang.

Hendra Agusta juga dikenal sebagai sosok humoris yang menyenangkan. “Almarhum selalu ceria dan ngelawak. Selamat jalan sobat,” kata Kepala Biro ANTARA Sumatera Selatan Indra Gultom.

Sosok Ajo Hendra terkenal baik, tidak pernah berat tangan untuk menolong, dan selalu mendorong teman-temannya untuk maju. Pewarta ANTARA Yoyok mengenang, Hendra sebagai pribadi yang terus mendukung kawan-kawan agar bisa menjadi lebih baik.

“Hendra Agusta orang baik.  Alm pernah mengundang aku, Bli Nyoman Budhiana dan Mas Gandhoz Victorianus ke Bukittinggi untuk acara Mitigasi Bencana. 
Dia juga yang mendorong dan mengajukan aku maju dalam pemilihan Ketua Kelas A saat SUSDAPE. Dia yang ‘bergerilya’ mencari dukungan suara. Kenangan indah dan lucu,” kata dia.

Pada setiap kesempatan berbincang, kedua sahabat ini bahkan memiliki panggilan akrab, masing-masing menyebut katua, atau ketua dalam bahasa Minang.

“Kami sering komunikasi, termasuk cerita sakitnya. Namun tidak ada keluhan, sangat tegar. Selamat jalan katua, semoga Allah memberikan tempat terlayak di sisi-Nya,” tutur Yoyok.