Ratusan warga Ketapang demo terkait dugaan tumpang tindih SHGU

Ratusan warga Ketapang demo terkait dugaan tumpang tindih SHGU



Ketapang (ANTARA) – Ratusan warga dari 12 desa bersama Front Perjuangan Rakyat Ketapang (FPRK) Kalimantan Barat melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Badan Pertanahan Ketapang dengan tuntutan penyelesaian tumpang tindih Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) perusahaan perkebunan sawit dengan sertifikat hak milik warga setempat.

Selain itu, massa juga meminta Presiden Joko Widodo mengambil langkah untuk mengusut oknum Badan Pertanahan Nasional yang menerbitkan peta horisontal Tahun 1991 untuk SHGU perusahaan perkebunan sawit Bumitama Gunajaya Agro Group.

“Kepada bupati, gubernur dan Pak Presiden, tolong berikan keadilan kepada kami,” kata Kepala Desa Karya Mukti Kecamatan Sungai Melayu Rayak, Andri Yansyah, saat orasi di depan Kantor Pertanahan Ketapang, Senin.

Peta horisontal yang dimaksud tersebut karena mencakup lahan milik pribadi termasuk perumahan masyarakat. Bahkan fasilitas umum seperti sekolah, rumah ibadah, pemakaman hingga jalan raya juga masuk dalam SHGU sesuai peta itu. Sehingga penertiban SHGU tersebut dinilai sangat merugikan bahkan merampas hak masyarakat.

Menurut Rayak, persoalan itu sudah cukup lama belum terselesaikan, masyarakat menjadi korban atas terbitnya peta horisontal yang diduga fiktif.

“Kami minta segera diselesaikan, jangan menunggu warga marah lalu berbuat anarkis, sehingga warga di tangkap, padahal sebetulnya kami masyarakat hanya korban,” ucap Andri.

Ketua Front Perjuangan Rakyat Ketapang (FPRK) Isa Anshari mengatakan aksi damai masyarakat menyikapi terjadinya tumpang tindih antara peta HGU horisontal Tahun 1991 versi BPN dengan sertifikat hak milik (SHM) warga. Kemudian fasilitas pendidikan, kesehatan, rumah ibadah, pemakaman, kebun warga, jalan raya dan lainnya.

Pada aksi tersebut, Isa membacakan tuntutan masyarakat 12 desa dari tiga Kecamatan yakni Tumbang Titi, Pemahan dan Sungai Melayu Rayak.

Disebutkan Isa, yang pertama, warga  Presiden Jokowi menindak tegas Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) / BPN yang bertanggung jawab terhadap penerbitan peta HGU horisontal tersebut yang diduga fiktif.

Kedua, menuntut pertanggungjawaban Kementerian ATR/BPN, kenapa dalam satu HGU ada dua peta berbeda. Satu peta HGU tersebut yang disebut peta horisontal masuk dalam SHM warga, fasilitas pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum lainnya.

Kemudian meminta aparat penegak hukum memproses hukum oknum BPN dan pihak yang terlibat, jika ditemukan ada unsur kesengajaan dalam penerbitan peta HGU horisontal tersebut.

Dia menambahkan, warga juga menuntut BPN Pusat dan BPN Kanwil Provinsi Kalimantan Barat serta BPN Kabupaten Ketapang membuat surat pernyataan menghapus peta HGU horisontal Tahun 1991 yang diduga fiktif.

“FPRK dan masyarakat 12 desa harus dilibatkan oleh Tim ATR/BPN untuk mengecek ke lapangan agar penyelesaian permasalahan berjalan objektif, transparan dan tidak merugikan masyarakat khususnya di 12 desa,” kata Isa.

Sementara itu, Kepala Kantor Pertanahan Ketapang Banu Subekti menyatakan turut mendorong dan menyampaikan kepada Kementerian ATR/BPN agar permasalahan tersebut menemukan titik terang.

Menurut dia, adanya permasalahan penerbitan HGU bekas Benua Indah Group (BIG) yang sekarang menjadi HGU Bumitama Gunajaya Agro Group yang diduga ada 12 desa yang masuk di dalam HGU tersebut.

“Kami akan menyampaikan kepada Kementerian ATR/BPN agar melibatkan pihak FPRK dan masyarakat 12 desa dalam rangka penelitian dan pengecekan di lapangan,” kata Banu.

Dia pun berjanji akan transparan dan aktif dalam menyampaikan informasi kepada FPRK dan masyarakat 12 desa terkait perkembangan penyelesaian permasalahan tersebut.

Selain itu, Banu juga meminta waktu untuk penyelesaiannya karena kewenangan Hak Guna Usaha (HGU) ada pada Kementerian ATR/BPN di Jakarta.

“Jadi, tadi kalau diminta menyatakan bahwa peta HGU Tahun 1991 harus dihapuskan tentu itu bukan kewenangan kami, tetapi kewenangan Tim yang dibentuk oleh  Pak Menteri,” kata dia.

Dia berpesan kepada masyarakat agar sama-sama menunggu tindak lanjut dari pusat, karena pada dasarnya BPN Ketapang juga menginginkan persoalan tersebut secepatnya selesai.

“Masyarakat tadi minta waktu satu bulan dan kita sama-sama menunggu, kami juga sampaikan terima kasih karena dalam penyampaian aspirasi cukup kondusif,” ucap Banu.