KSBSI Kubu Raya tolak Permenaker terkait JHT

KSBSI Kubu Raya tolak Permenaker terkait JHT



Pontianak (ANTARA) – Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), karena dinilai mengebiri hak pekerja.

“Kami menilai peraturan itu mengebiri hak pekerja. Seperti diketahui, dalam aturan itu disebutkan jaminan hari tua (JHT) baru bisa dicairkan saat peserta berusia 56 tahun,” kata Ketua KSBSI Kubu Raya, Idris Sitepu di Sungai Raya, Rabu.

Menurutnya, JHT ini merupakan manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus kepada peserta saat memasuki usia pensiun, meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap.

“Jadi, JHT itu adalah hak buruh, peraturan yang dikeluarkan itu mengebiri hak pekerja,” tuturnya.

Idris menilai kondisi itu akan menjadi beban bagi pekerja. Ia mencontohkan jika pekerja mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum usia 56 tahun. Sementara peserta membutuhkan uang tunai dari manfaat JHT untuk membuka usaha atau mencari pekerjaan kembali.

“Bagaimana jika usia peserta saat di-PHK 30 tahun. Jika baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun maka harus menunggu 26 tahun baru kemudian mendapatkan nilai manfaat dari JHT,” katanya.

Dirinya memahami jika maksud pemerintah dari peraturan tersebut agar peserta memiliki dana tabungan. Hanya saja jika peserta tidak bekerja lagi dalam kondisi yang normal yakni di usia 56 tahun. Pada kondisi itu, dilanjutkan peserta bisa langsung merasakan nilai manfaat dari program JHT.

“Namun, bagaimana jika terkena PHK sebelum usia 56 tahun, jadi harus menunggu lagi baru mengambil nilai manfaat JHT. Padahal itu kan hak uang pekerja buruh, kenapa pemerintah menahan,” katanya.

Terpisah, Ketua koordinator wilayah KSBSI Kalimantan Barat, Suherman menambahkan semestinya tidak mengeluarkan peraturan yang memberatkan pekerja. Apalagi di tengah situasi pandemi COVID-19, di mana pekerja banyak merasakan dampaknya. Mulai dari PHK hingga pemangkasan gaji.

“Saat kondisi sedang tidak baik seperti sekarang, pemerintah jangan mengeluarkan peraturan yang menahan hak pekerja dan buruh. Sementara ketika pekerja di-PHK uang itu sangat dibutuhkan,” kata Suherman.