TATA CARA PEMBENTUKAN DAN KEANGGOTAAN LEMBAGA KERJA SAMA (LKS) BIPARTIT

TATA CARA PEMBENTUKAN DAN KEANGGOTAAN LEMBAGA KERJA SAMA (LKS) BIPARTIT


Oleh : Iwan Noviar, S.ST., M.H
(Mediator Hubungan Industrial Disnakertrans Sanggau)

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor PER.32/MEN/XII/2008 tentang Tata Cara Pembentukan dan Susunan Keanggotaan LKS BIpartit, beberapa hal pengaturan diperbaharui. Konsepsi tentang salah satu lembaga/sarana hubungan industrial, bahwa ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian.

Dasar hukumnya telah jelas, yakni dengan adanya Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, dan Permenakertrans RI No.PER.32/MEN/XII/2008 tentang Tata Cara Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa tujuan dari dibentuknya Lembaga Kerjasama Bipartit adalah untuk menciptakan hubungan industrial yang kondusif, harmonis, dinamis dan berkeadilan di perusahaan. Sejalan dengan hal tersebut, fungsi yang mengiringinya adalah LKS Bipartit merupakan forum komunikasi dan konsultasi antara pengusaha dan wakil serikat pekerja /serikat buruh dan atau wakil pekerja/buruh dalam rangka pengembangan hubungan industrial untuk kelangsungan, hidup, tumbuh dan berkembanganya sebuah perusahaan, termasuk kesejahteraan pekerja/buruh. Adapun dalam menjalankan tujuan dan fungsi tersebut, maka LKS Bipartit memiliki tugas :

  1. Melakukan pertemuan secara periodik dan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan;
  2. Mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan aspirasi pekerja/buruh dalam rangka mencegah terjadinya permasalaha hubungan industrial di perusahaan;
  3. Menyampaikan saran pertimbangan dan pendapat kepada pengusaha, pekerja/buruh dan atau serikat pekerja/serikat buruh dalam rangka penetapan dan pelaksanaan kebijakan perusahaan;

Tata Cara Pembentukan Lembaga Kerjasama  (LKS) Bipartit

Pengusaha dan Wakil Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan atau Wakil Pekerja/Buruh dapat mengadakan musyarah untuk membentuk, menunjuk, dan menetapkan anggota LKS Bipartit di perusahaan. Anggota LKS Bipartit diatas menyepakati dan menetapkan susunan pengurus LKS Bipartit.

Pembentukan dan susunan pengurus LKS Bipartit dituangkan dalam Berita Acara yang ditanda tangani oleh Pengusaha dan Wakil Serikat Pekerja/Buruh dan atau Wakil Serikat Pekerja/Buruh.

Setelah hal tersebut di atas dilakukan, supaya dapat disahkan sebagai lembaga/sarana hubungan industrial, maka perlu dilakukan pemberitahuan pembentukan LKS Bipartit kepada Disnakertrans Kabupaten Sanggau. Hal ini dilakukan dengan cara :

  1. LKS yang sudah terbentuk harus diberitahukan untuk dicatat kepada Disnakertrans Kabupaten Sanggau selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah pembentukan;
  2. Pengurus LKS Bipartit menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada point  1 secara tertulis, dengan melampirkan Berita Acara Pembentukan, Susunan Pengurus, dan Alamat Perusahaan;
  3. Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah menerima pemberitahuan Disnakertrans Kabupaten Sanggau memberikan bukti penerimaan pemberitahuan.

Kepengurusan dan Tata Kerja LKS Bipartit

Yakni terdiri dari unsur  pengusaha dan unsur pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh dengan komposisi  1 : 1 yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan dan minimal 6 (enam) orang. Adapun susunan pengurus LKS Bipartit sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota. Sedangkan jabatan Ketua LKS Bipartit dapat dijabat secara bergantian antara unsur pengusaha dan unsur pekerja.

Lebih lanjut tata kerja LKS Bipartit sendiri, LKS Bipartit dapat mengadakan pertemuan minimal 1 (satu) kali dalam sebulan atau setiap kali bila dipandang perlu. Materi pertemuannya dapat berasal dari unsur pekerja, unsur pengusaha atau pengurus LKS Bipartit (pada prinsipnya materi berupa hal-hal yang terkait dengan bidang ketenagakerjaan di perusahaan yang bersangkutan. LKS Bipartit juga menetapkan agenda pertemuan secara periodik. Pada dasarnya hubungan LKS Bipartit dengan lembaga lainnya di perusahaan bersifat koordinatif, konsultatif, dan komunikatif.

Sumber :

  1. Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
  2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja; dan
  3. Permenakertrans RI No.PER.32/MEN/XII/2008.