SAMPEL DARAH DETEKSI DINI PENYAKIT AFRICAN SWINE FLU DAN ANTISIPASI PENULARAN PENYAKIT

SAMPEL DARAH DETEKSI DINI PENYAKIT AFRICAN SWINE FLU DAN ANTISIPASI PENULARAN PENYAKIT


African Swine Fever (ASF) adalah penyakit viral pada babi yang sangat menular, menimbulkan berbagai perdarahan pada organ internal dan disertai angka kematian yang sangat tinggi. ASF pertama kali diidentifikasi pada tahun 1921 di KenyaAfrika Timur. Pada tahun 1957 menyebar ke Portugal dan berbagai negara di Eropa. Di Asia, virus ASF ditemukan pada babi liar di Iran pada tahun 2010, kemudian di tahun 2018  Tiongkok melaporkan wabah demam babi afrika di provinsi Liaoning. Pada bulan Februari 2019, Vietnam mengonfirmasi kasus demam babi afrika. Hal ini menjadikannya negara Asia Tenggara pertama yang terinfeksi penyakit ini. Secara berturut-turut ASF juga ditemukan di KambojaLaos, Filipina,  Myanmar dan Timor Leste. Hingga bulan Desember 2019, tujuh negara di Asia Tenggara telah melaporkan kasus ASF termasuk Indonesia. Di Indonesia kejadian ASF diumumkan secara resmi melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Babi peliharaan (domestik) adalah hewan yang paling peka terhadap penyakit ASF. Manifestasi penyakit secara klinis hanya terlihat pada babi domestik, sedangkan pada babi hutan – babi warthogs (Phacochoerus africanus dan P. aethiopicus), babi semak (Potamochoerus porcus dan P. larvatus), dan babi hutan raksasa (Hylochoerus meinertzhageni tidak menunjukkan tanda klinis saat terinfeksi namun berperan sebagai reservoir virus. Darah, cairan tubuh dan jaringan babi-babi yang terinfeksi merupakan sumber penularan karena mengandung virus dalam konsentrasi tinggi. Oleh karena itu penularan dapat terjadi secara kontak langsung dengan babi yang sakit. Penularan juga dapat terjadi melalui peralatan, pakan dan minuman yang tercemar virus. Selain itu penularan juga dapat terjadi melalui gigitan caplak yang bertindak sebagai vektor biologis virus ASF yaitu caplak lunak dari genus Ornithodoros, seperti O. erraticus dan O. moubata. Masa inkubasi antara 3 – 15 hari dan penyakit dapat terjadi dalam bentuk perakut, akut, sub akut dan kronis. Babi yang telah sembuh dari infeksi sebenarnya masih tetap terinfeksi walaupun tidak menampakkan gejala klinis atau berstatus terinfeksi secara persisten dan berperan sebagai pembawa virus. Infeksi yang berkelanjutan ini dapat berlangsung lama bahkan virus masih dapat terisolasi dari beberapa jaringan sampai lebih satu tahun setelah infeksi awal.

Pertengahan tahun 2021 ini Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat dikejutkan dengan ada nya kematian populasi babi yang cukup tinggi di Kabupaten Kapuas Hulu yang kemudian diketahui penyebab kematian tersebut dikarenakan penyakit ASF, penyebaran penyakit ini melalui air yang ada di sungai yang menghubungkan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Saat ini Kabupaten Sintang juga sudah terpapar oleh penyakit ini dan Pemerintah Kabupaten Sanggau juga sudah melakukan langkah-langkah antisipatif untuk mencegah penyebaran penyakit ini melalui Surat Edaran dari Bupati Sanggau kepada Camat yang ada di Seluruh Kabupaten Sanggau, selain iotu juga Dinas Perkebunan dan Peternakan melakukan pengambilan sampel darah pada ternak babi sebagai Tindakan antisipatif untuk mengetahui ada nya kemungkinan penyakit yang masuk di Kabupaten Sanggau.

Pengambilan Sampel darah ini dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2021 di Desa Semanget Dusun Semeng Kecamatan Entikong dengan total sampel darah babi yang diambil adalah sebanyak 101 ekor. Pengambilan Sampel Darah Babi ini dipimpin langsung oleh Bapak Dadan Sumarna,SP  selaku Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Bapak Dema Iqbal, S.Pt selaku Plt Kasi Keswan dan Kesmavet beserta staff Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan petugas peternakan Kecamatan Entikong Bapak Mahmudi. Dalam proses pengambilan sampel darah ini merupakan babi milik warga setempat dengan bobot babi antara 10-25kg dengan umur antara 3-8 bulan dimana darah diambil menggunakan jarum suntik 3 cc yang disuntikkan langsung dalam pembuluh darah dekat dengan jantung ternak babi tersebut. Proses pengambilan sampel di damping oleh kepala dusun setempat.

Pen. Dema Iqbal, S.Pt


DPP