Menyikapi Penempatan Kader TNI / Polri pada Jabatan Sipil

Menyikapi Penempatan Kader TNI / Polri pada Jabatan Sipil



Maraknya komentar
masyarakat terkait kader dari TNI dan Polri pada jabatan sipil, muncul semakin
kuat pasca pengumuna Kabinet Indonesia Maju. Jabatan Menko Maritim (Purn TNI),
Menteri Pertahanan (Purn TNI), Mendagri (Purn Polri, Menteri Agama (Purn TNI), dan
Menteri Kesehatan (Purn TNI), dan Kepala Staff Presiden (Purn TNI) adalah
jabatan menteri yang disorot oleh publik karena dijabat oleh kader dari
TNI/Polri meskipun statusnya sudah purnawirawan.
Penempatan
Menteri berasal dari TNI Polri tentu dengan banyak pertimbangan yang merupakan
hak prerogatif Presiden. Selain itu juga sesuai dengan aturan perundangan yang
berlaku sehingga tidak bertentangan dengan hukum di Indonesia. Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang merupakan
turunan dari UU Aparatur Sipil Negara (ASN) mengatur tentang anggota TNI/Polri
yang alih status ke sipil. Dalam Pasal 155 disebutkan prajurit TNI dan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sedang menduduki jabatan ASN pada
instansi pusat diberhentikan dari jabatan ASN.

Di dalam Pasal
159, mengatur persyaratan untuk bisa diangkat dalam Jabatan Pimpinan Tinggi
dari TNI/Polri. Setelah mengundurkan diri dari dinas aktif, ada syarat yang
harus dipenuhi untuk menduduki JPT utama, diantaranya, memiliki kualifikasi
pendidikan paling rendah pascasarjana, punya kompetensi teknis, kompetensi
manajerial, dan kompetensi sosial kultural sesuai standar kompetensi Jabatan
yang ditetapkan. Selain itu ada ketentuan umur maksimal bagi pelamar 55 tahun
untuk JPT utama dan madya. Sedangkan JPT pratama maksimal 53 tahun.

Beberapa pejabat
Polri yang menduduki jabatan sipil dan harus mengundurkan diri dinas aktif
seperti Tito Karnavian yang harus mundur dari anggota Polri dengan Jabatan
Kapolri dengan pangkat Jendral bintang empat untuk menempati jabatan Menteri
Dalam Negeri. Selain itu Dirjen Imigrasi Kemenkumham, Irjen Kemenperin, Jabatan
Dirjen Hubdak Kemenhub, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemenaker, Dirjen Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga Kemendag diisi oleh perwira tinggi dari Polri yang sebelumnya
telah mengundurkan diri terlebih dulu.

Pasal 47 UU No 34
Tahun 2014 tentang TNI, personel aktif TNI bisa menempati jabatan dalam lembaga
pemerintahan. Namun, lembaga yang bisa dimasuki begitu terbatas, misalnya
Lembaga Ketahanan Nasional, Mahkamah Agung, Dewan Pertahanan Nasional, Search
and Rescue Nasional, Badan Narkotika Nasional, dan Badan Intelijen Negara,
Badan Sandi dan Siber Nasional, dan lembaga lain yang tugasnya beririsan dengan
pertahanan.

Sama dengan TNI,
anggota Polri aktif juga diperbolehkan untuk menempati jabatan di pemerintahan
terutama terutama untuk lembaga tertentu seperti BIN, BNPT, BNN, BSSN, Lemhanas
dan lembaga lain yang berhubungan dengan keamanan. Aturan untuk menempati
jabatan tersebut disesuaikan dengan D UU No 5/2014 Tentang Aparatur Sipil
Negara (ASN) dan Peraturan Kapolri (Perkap) No 4/2017 tentang penugasan anggota
Polri di luar struktur organisasi sudah jelas mengatut bagi anggota Polri yang
menduduki jabatan sipil.

Banyaknya kader
TNI/Polri yang menempatai jabatan di kementrian atau organisasi karena adanya
pertimbangan bahwa kader dari TNI/Polri sudah teruji dalam pengalaman
organisasi dan tugas-tugas kenegaraan. Selain itu penempatan kader TNI/Polri
juga bisa menjadi pemicu bagi kalangan sipil untuk bersaing secara sehat
meningkatkan kualitasnya. Selama tidak ada aturan yang dilanggar dan negara
membutuhkan maka penempatan kader TNI / Polri dalam jabatan di Lembaga dan
Kementrian tidak perlu dipersoalkan lagi. Bahkan sebaliknya jabatan Menko
Polhukam yang selama ini selalu ditempati oleh kader dari TNI, saat ini justru
ditempati oleh masyarakat sipil terbaik yaitu Mahfud MD.

*) Stanislaus Riyanta,
pengamat intelijen dan keamanan